AKADEMI SILAT SENI GERAK MAKRIFAT (ILMU KEBATINAN)

AKADEMI SILAT SENI GERAK MAKRIFAT


ILMU PERSILATAN DAN PERUBATAN (KEROHANIAN) WARISAN SYEIKH PENDITA MAHAGURU ADI PUTRA, SUNAN KALIJAGA DAN TOKKU PALOH

ILMU KEROHANIAN DALAM KATEGORI ILMU GHAIB ( SILAT BATIN SUNAN KALIJAGA@GERAK FAQIR) & ILMU SYAHADAH (SYAHADAT TOKKU PALOH@TITIK 9)

Sunday, November 17, 2013

KHODAM MALAIKAT versus KHODAM JIN

Oleh  :  pak Agus Balung

Siapapun orangnya pasti pingin tampil wah, pingin tampil beda dari  yang lain, bahkan tidak jarang banyak orang yang pingin punya kesaktian yang melebihi orang awam,  agar supaya kelihatan beda banget dibandingkan dengan orang kebanyakan.   Untuk memenuhi hasrat yang terakhir itu, agar jadi sakti, tak segan segan orang melakukan syarat apa saja yang ditentukan dalam proses belajar menunut ilmu tersebut. Banyak cara untuk mendapatkan kesaktian itu, salah satunya ialah dengan Ilmu Hikmah.
Kalau berbicara tentang ilmu hikmah, maka tak lepas dari peran “khodam”,  sebagaimana tulisan saya yang terdahulu, telah saya ketengahkan tentang khodam jin dan khodam malaikat, dalam judul yang sama “KHODAM MALAIKAT Versus KHODAM JIN” di blog ini juga.  Nah, berikut ini akan kita kupas lagi  tentang “khodam”,  baik itu khodam jin ataupun khodam malaikat.

KHODAM JIN
Barangkali  karena terobsesi dengan kelebihan nabi Sulaiman as, berupa mukjizat dari Allah yang membuat beliau mampu memerintah bangsa jin untuk bekerja sesuai keinginannya. Sebagaimana firman Allah, “Dan [Kami tundukkan pula kepada Sulaiman] segolongan setan-setan yang menyelam [ke dalam laut] untuknya dan mereka mengerjakan pekerjaan selain itu, dan Kami yang memelihara mereka”. Al Anbiya’ 82
Hingga banyak manusia ingin memiliki kemampuan seperti Sulaiman as tersebut, yaitu menjadikan para jin sebagai khodamnya atau perewangan atau pesuruhnya. Hingga maqom  seseorang sering ditentukan oleh kemampuannya dalam hal tersebut.  Seseorang akan menjadi semakin “KERAMAT” dan dianggap sebagai “WALI”  bila memiliki banyak pasukan jin, yang mampu membantunya untuk mewujudkan keinginan hawa nafsunya, seperti : pamer kekuatan, pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat, berjalan di udara atau di atas air atau di atas daun, kekebalan, kekuatan ajaib,terawangan, bisa nebak ini, bisa nebak itu, bisa bikin pagar ghaib, dan sebagainya, dan sebagainya.
Untuk hal tersebut, para pemburu khodam jin mencarinya di negara-negara Timur Tengah, bahkan sampai daratan Afrika. Keyakinan mereka, jin dari kawasan tersebut lebih hebat kemampuannya dibanding jin-jin lokal. Kisah jin lampu Aladin betul-betul merasuk dalam jiwa ummat ini.
Ada perbedaan mendasar antara nabi Sulaiman as dengan mukjizatnya, dan manusia biasa yang mengaku memiliki khodam Jin. Perbedaannya yaitu: sang nabi,  memerintah para jin, dimana para jin harus taat dan patuh padanya tanpa syarat.  Sementara pada orang orang yang memiliki khodam jin,  para jin mau membantu keinginan orang-orang tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, bila syaratnya tidak dipenuhi atau ada yang kurang, maka bantuan tidak diberikan. Artinya, orang tersebut harus memohon, merendahkan diri dan menghiba pada para jin tersebut. Lantas, siapa yang pantas disebut sebagai tuannya…?,  si pemilik khodam jin, atau jin itu sendiri yang pantas disebut “tuan”.
Bila khodam jin-nya “jin muslim” menurut pengakuan sementara orang, maka biasanya syaratnya adalah: orang  tersebut harus melakukan wirid-wirid  tertentu   (yang tidak ada tuntunan dari Rasulullah)  seperti misalnya, harus membaca al Fatehah 113 kali, ucapkan lafadz ALLAH 70 ribu kali, baca surat Al ikhlas 1 juta kali tiap hari,  tidak boleh kurang atau ditambahi. Juga puasa yang menyimpang, seperti , puasa mutih, ngebleng  (biasanya 3 hari 3 malam berada dalam ruang gelap tak bercahaya sedikitpun, tidak boleh tidur, lalu didatangi sosok misterius). ngrowot, patigeni puasa tidak boleh sahur, puasa 2 tahun berturut-turut dsb. Atau dengan menulis ayat-ayat al Qur’an tetapi dibalik (ayat sungsang), atau dipotong-potong perhuruf atau perkata lalu diletakkan dalam kotak terpisah, ditambahkan huruf-huruf, angka-angka, lambang-lambang misteri.
Sementara bila khodam jin-nya “jin kafir” maka maharnya adalah kemaksiatan yang mengerikan, seperti: menyembelih binatang tanpa membaca bismillah, menginjak al Qur’an, menulis ayat al Qur’an dengan darah atau sesuatu yang najis, menggauli ibu atau anak kandung sendiri, dan lain lainya.

KHODAM MALAIKAT
Lalu ada pula sementara orang yang  mengaku mampu memiliki khodam dari bangsa Malaikat. Muncullah nama-nama asing seperti: sayyid Ruufail, Kasfiyaail, Jibrail, Samsamail, Sorfiyail, ‘an-yail, dll, adalah di antara nama  malaikat yang bisa dijadikan khodam menurut keyakinan mereka. Kitab panduan mereka antara lain: Manba’u Ushulul-Hikmah [syarah Al Barhatiyah dan Al Jaljalutiyah Al Kubro], juga kitab Syamsul Ma’arif al Kubro. Karya: Al Imam Ahmad Ali Al Buny.
Benarkah ini semua…? Mungkinkah mukjizat bisa dipelajari dan ditiru…?
 Mungkinkah ada malaikat yang “nganggur” hingga rela jadi khodam (pembantu) manusia…?
Malaikat adalah mahluq yang mulia “…tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang DIA perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (ALLAH)”.          (At Tahrim: 6)
Mukjizat nabi Sulaiman as yang mampu memerintah makhluq Allah seperti angin, bangsa jin dsb, ternyata tidak diberi kekuasaan untuk memerintah bangsa Malaikat. Bahkan Rasulullah saw penghulu para nabipun tidak punya wewenang atau kemampuan untuk memerintah malaikat apalagi menjadikan malaikat sebagai khodam atau perewangan alias pembantunya.
Sementara ada manusia biasa, bukan nabi bukan rasul, mengaku memiliki khodam malaikat, dengan cara mengamalkan wirid-wirid tertentu untuk memamnggil para malaikat dan menundukkannya…
Apa orang-orang macam ini lebih mulia dari para nabi dan rasul…? Hingga mereka memiliki kelebihan melebihi nabi dan rasul…?.
Mungkinkah…?
Lantas siapakah yang hadir menemui orang-orang tersebut, yang mengaku sebagai malaikat itu…?
Al Qur’an mengungkap rahasianya, “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian DIA berfirman kepada para malaikat, Apakah kepadamu mereka telah menyembah…?”. Para malaikat itu menjawab, Maha Suci Engkau, Engkaulah Pelindung kami, bukan mereka. Bahkan mereka telah menyembah JIN, kebanyakan mereka percaya kepada jin itu”. Saba’: 40-41

Bila tujuannya untuk kebaikan, boleh aja…benarkah,,,?
Memang ada perdebatan tentang ini, namun sebagai seorang yang bertaqwa dan ingin menjaga hati dan kebersihan aqidah, kita semestinya membebaskan diri dari berteman dengan makhluq Allah yang satu ini. Mereka ada yang baik, namun yang jahat dan penipu tidaklah sedikit.
Kaidah Usul Fiqih memberikan patokan: Dar-ul mafaasid muqadamun ‘ala jalbil-mashaalih , artinya: menghindarkan diri dari keburukan dikedepankan daripada mengambil suatu manfaat.
Contoh: minuman keras ada manfaatnya, namun bahayanya banyak, maka tidak boleh mengkonsumsinya dengan alasan karena ada manfaatnya, menghindari bahaya lebih diutamakan.
Renungkan firman Allah dalam surat Al Jin , ayat 6,  insya Allah kita akan menemukan jawabannya.

Wallahu a’lam bishshawab

SEPUTAR ILMU HIKMAH : Part 3

FENOMENA TAHAN BACOK
Oleh  :  pak Agus Balung

Di media massa, baik media cetak maupun media on line, banyak  bertaburan iklan  yang menawarkan jasa pengisian secara instan ilmu tahan bacok dan sejenisnya. Untuk itu, saya mencoba mengangkat sekilas tentang ilmu kebal ini, materi saya sarikan dari tulisan Abu Shofiyah Aqil Azizi. Semoga bermanfaat bagi kita semua, amin.

Kita semua sudah maklum, bahwa Indonesia, negeri kita tercinta ini, merupakan negeri yang subur akan perklenikan, ada banyak praktisi yang menawarkan ilmu kebal ini. Adapun tatacara atau metode untuk mendapatkannya bisa bermacam-macam tergantung dari praktisi tersebut.
Tersebutlah Kiai Salik, seorang guru kekebalan. Hanya dengan komat-kamit membaca mantra, Salik dikabarkan mampu menyetrum manusia dengan kesaktian. Hasilnya, dalam sekejap, seseorang jadi superman. Pedang setajam apa juga tak akan mampu merobek kulit. Pelor pun hanya mampu menyentuh dan lantas mental jatuh ke tanah. Sedang panas api membara tak berdaya menghanguskan mereka yang sudah ditulari ilmu. Syarat-syaratnya pun ditanggung ringan. Cukup datang dan berminat.
Salik buka praktek seperti dokter. Pasiennya mengalir setiap hari. Bisnis “mengisi” agar orang jadi kebal itu telah mengangkat hidup Salik. Kini ia tak perlu lagi bertani dan berdagang untuk mengasapi dapurnya. Biasanya, sebelum mantra sakti dibisikkan, pasien yang datang kepada Salik terlebih dahulu melewati serangkaian upacara sederhana. Para langganan harus duduk di atas golok yang diletakkan di atas sajadah. Tapi sebelum itu tidak boleh lupa meletakkan duit di dekat golok. Besarnya lebih dari Rp 10 ribu (saat itu, entah kalau sekarang).  “Duit itu memang bagian dari upacara pengisian kekebalan,” kata Salik. Sebelum dikerudungi kain putih, “calon orang kebal” harus minum sebagian dari segelas air putih yang ditaburi sejumput ketan hitam. Sisanya dibasuhkan ke sekujur tubuh. Sembari memegang kepala pasien, Kiai Salik baru membacakan mantra saktinya. Maka, selesai rangkaian prosesi itu.
Di Desa Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah, ada Sunarwi juga pasang tawaran ilmu. Namun, menularkan kiat kekebalan Sunarwi lebih berat dibanding Salik. Muridnya untuk mendapatkan kekebalan diwajibkan mengadakan kenduri opor ayam dan nasi putih. Ayamnya jago putih mulus, berasnya empat kilogram. Bila jatuh tepat 1 Syuro, murid-murid Sunarwi wajib mandi di sungai sebatas dada, tepat pada jam 24.00. Mereka juga kudu menyelam sebanyak 49 kali. Entahlah, apa makna angka-angka itu. Yang jelas, setiap malam Jumat, murid Sunarwi harus keluar rumah, tepat jam 24.00. Menghadap ke arah timur, untuk bersemadi meminta ampun kepada Allah. Barulah Sunarwi memberi jimat yang berbau kearab-araban.

Ilmu Kebal dalam  Islam
Seorang muslim hendaknya mengembalikan setiap permasalahan dan problematika kehidupannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam, yakni dengan mengembalikannya kepada hukum-hukum Islam yang berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Sehingga jelas hukum dan jawaban dari permasalahan tersebut. Termasuk juga mengembalikan permasalahan ilmu kebal ini kepada Islam itu sendiri.
Berbagai ritual diadakan untuk mendapatkan ilmu kebal tersebut. Pada kisah yang pertama, disebutkan bahwa untuk mendapatkan ilmu kebal tersebut, mereka diwajibkan menjalankan ritual puasa selama 30-40 hari. Secara sekilas, nampaknya ritual yang dilakukan adalah ritual yang syar’i, yakni berpuasa. Tapi betulkah seperti itu? Ternyata tidak. Cobalah periksa lebih lanjut, maka akan timbul beberapa pertanyaan berkenaan ritual yang dilakukan untuk mendapatkan ilmu kebal ini, yakni:
Adakah puasa yang lebih banyak dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang diajarkan oleh beliau kepada umatnya melebihi banyaknya puasa di bulan Ramadhan, yakni selama 29 atau 30 hari (satu bulan penuh)? Setelah kita menilik hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, tidak kita jumpai beliau berpuasa lebih banyak dari bilangan di bulan Ramadhan. Akan tetapi coba perhatikan bilangan puasa yang ditentukan oleh manusia-manusia sakti ini! Untuk mendapatkan ilmu kebal, mereka diwajibkan berpuasa selama 30-40 hari! Allaahulmusta’an.
Kemudian, hal lain yang perlu kita cermati adalah para manusia sakti tersebut diwajibkan berpuasa selama 30-40 hari untuk memperoleh kesaktian berupa ilmu kebal ini. Apakah mereka memiliki Tuhan selain Allah ta’ala yang mewajibkan puasa untuk mendapatkan ilmu kebal? Atau apakah mereka memiliki Nabi dan Rasul  yang lain selain Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mensyari’atkan puasa untuk memperoleh ilmu kebal? Jika mereka jawab tidak, lalu siapa yang mewajibkan dan mensyari’atkan mereka untuk berpuasa selama 30-40 hari untuk memperoleh ilmu kebal?
Puasa yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam hanya ada tiga, yakni puasa wajib di bulan Ramadhan, puasa nadzar dan puasa qadha` untuk membayar hutang puasa. Selain dari tiga puasa itu tidaklah wajib hukumnya. Maka, dari mana mereka bisa mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya?
Allah ta’ala memperingatkan kita agar tidak mengikuti selain apa yang Dia turunkan. Allah ta’ala berfirman,
اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُمْ مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti selain itu.” (QS. Al-A’raf: 3)
Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengikuti apa yang datang dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا ءَاتٰكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهٰكُمْ عَنْهُ فَانتَهُواْ
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. Danapa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun telah memberitahukan kepada kita bilangan bulan dalam Islam, yakni terkadang 29 hari, terkadang 30 hari. Termasuk juga bilangan hari di bulan Ramadhan adalah 29 atau 30 hari. Dan bilangan inilah bilangan puasa di bulan Ramadhan yang mana pada bulan tersebut kita diperintahkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh, yakni 29 atau 30 hari. Lalu bagaimana mungkin para pendekar sakti itu diwajibkan berpuasa 30 bahkan sampai 40 hari untuk memperoleh ilmu kebal?
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa puasa untuk mendapatkan ilmu kebal seperti itu bukanlah ajaran Islam. Dahulu, saya (Abu Shofiyah Aqil Azizi), pernah mengikuti sebuah perguruan bela diri. Saat itu sampailah saya mempelajari tenaga dalam. Sebelum latihan tenaga dalam itu, ada beberapa bacaan yang saya dan teman-teman saya harus baca. Di antara bacaan itu adalah ayat-ayat mu’awidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) dan beberapa bacaan lainnya yang juga berasal dari Al-Qur’an. Maka, bacaan-bacaan itulah yang harus dibaca setiap kali mengeluarkan jurus tenaga dalam tersebut. Setelah membaca bacaan-bacaan itu, kami pun melakukan gerakan-gerakan bela diri dengan mengolah pernapasan. Terkadang kami disuruh untuk menarik napas panjang-panjang, menahannya dan mengeluarkannya. Maka, ketika kami menghentakkan tangan kanan ke depan sebagai tanda memukul, maka lawan yang berada di depan kami terhempas ke belakang tanpa harus menyentuh lawan tersebut.
Saya tidak ragu lagi bahwa kekuatan-kekuatan tersebut didapatkan dengan melibatkan bantuan jin. Meskipun mendapatkan kekuatan itu dengan mengamalkan amalan-amalan yang diklaim sebagai amalan yang Islami. Akan tetapi setelah kita telisik lebih jauh, ternyata amalan-amalan tersebut tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sementara, kita dilarang meminta tolong kepada jin untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudharat.    Allah ta’ala berfirman,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6)

Marilah kita baca kembali sirah para Nabi dan Rasul. Bacalah sirah Nabi Zakariyah ‘alaihissalaam. Beliau wafat dalam keadaan digergaji oleh kaum beliau yang membangkang. Padahal, kalaulah hal itu diperbolehkan, beliau akan meminta bantuan jin untuk memperoleh ilmu kebal dengan melakukan ritual-ritual di atas agar tidak mempan dibacok.
Demikian juga bagaimana perjuangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah patah gigi beliau dalam peperangan atau bagaimana beliau dilempari batu oleh penduduk Tha`if. Lihat juga bagaimana perjuangan para sahabat radhiyallaahu ‘anhum dalam berbagai peperangan! Lihatlah para sahabat radhiyallaahu ‘anhum yang gugur di medan perang!
Kenapa mereka semua tidak menggunakan ilmu kebal? Karena mereka tahu bahwa ilmu kebal seperti itu bukanlah ilmu yang berasal dari ajaran Islam yang benar dan melibatkan bantuan jin. Kalaupun ada, hal itu adalah karamah yang telah Allah ta’ala karuniakan kepada mereka yang lurus aqidahnya. Para mujahidin juga tidak menang tidak menang berjihad melawan orang kafir karena ilmu kebal, atau karena diisi atau dengan mengamalkan amalan tertentu, atau karena rajah atau diberikan amalan tertentu. Mereka menang karena semata pertolongan Allah.
Satu-satunya Nabi dan Rasul yang diberikan mukjizat yang diberikan wewenang dan kekuasaan untuk memanfaatkan kekuatan jin hanyalah Nabi Sulaiman ‘alaihissalaam. Hanya beliaulah satu-satunya manusia yang diberikan wewenang itu. Setelah beliau, para nabi yang lain tidak diberikan wewenang itu. Para Nabi itu diperintahkan untuk berjuang dengan segala resiko fisik, bahkan resiko kematian. Dan betapa banyak Nabi dan Rasul wafat dibunuh oleh para pembangkang.
Dengan demikian, kita tahu bahwa ilmu kebal bukanlah ajaran Islam. Ilmu kebal yang didapatkan dengan melakukan berbagai ritual tidak lain dengan melibatkan bantuan jin yang mana meminta bantuan jin dalam hal seperti ini hukumnya haram.
Allaahua’lam bish-shawaab.
(Sumber : disarikan dari tulisan Abu Shofiyah Aqil Azizi)

SEPUTAR ILMU HIKMAH : Part 2

KAKEK BUYUT KITA JUGA DIGDAYA

Oleh  :  pak Agus Balung


Rasulullah SAW adalah hamba Allah yang sangat mulia, yang karena kemuliannya itulah, Allah dan para malaikat bershalawat kepadanya. Namun demikian Rasulullah yang sangat mulia ini tidak sakti mandraguna sebagaimana layaknya “Super Hero” masa kini. Nabi dan para sahabat dalam perang Badar dan perang Uhud, kulitnya robek oleh panah, tombak dan pedang kaum musyrikin. Bahkan berpuluh sahabat gugur, mati syahid dalam menegakkan agama Allah, sementara dalam riwayat disebutkan, Rasulullah juga tanggal giginya dalam peperangan.


Sementara kita tidak bisa menutup mata akan adanya cerita tentang nenek moyang kita yang katanya sakti mandraguna, kebal senjata tajam atau tidak mempan timah panas, atau seabrek kedidgdayaan-kedigdayaan yang lainnya. Sampai sekarang juga, fenomena itu terkadang masih kita saksikan keberadaannya di tengah masyarakat. Ada atraksi kekebalan, pamer kesaktian dan unjuk kekuatan. Media massa pun ramai mengekspos kehebatan mereka, dengan julukan si manusia digdaya, orang hebat, jawara pilih tanding, pendekar sakti mandraguna, makhluk terkuat, atau sosok yang luar biasa,

Meskipun kita tidak tahu secara persis, bagaimana orang-orang itu memperoleh ‘kesaktiannya’. Ritual apa saja yang telah mereka jalani. Lelaku apa saja yang telah mereka lakoni. Apakah yang ada di hadapan kita itu hanya “trik” atau memang “mistik”.
Apakah atraksi kehebatan yang ada itu sihir atau permainan alat-alat mutakhir, kita tidak tahu. 

Yang kita tahu hanya, Mereka sekarang sudah menjadi orang hebat, lalu kita ingin meniru kehebatannya. Ingin belajar dan berguru kepadanya’. Akhirnya, ilmu agama kita abaikan dan kita remehkan. Sementara ilmu kesaktian, kita cari-cari dan kita pelajari. Astaghfirullah.

Pertanyaan yang mendasar sekarang adalah, kalau di zaman Rasulullah dan para shahabatnya, ilmu kesaktian dan kedigdayaan seperti itu tidak diajarkan, lalu sekarang kita mengenal adanya ilmu semacam itu,   “Dari mana datangnya ilmu tersebut, siapa yang meramunya dan siapa yang mengajarkannya pertama kali ?
Mengapa ilmu itu dimasukkan ke dalam ilmu Hikmah sehingga merancukan pengertian ilmu Hikmah yang terkandung dalam al-Qur’an?
Apakah ini merupakan upaya musuh-musuh Islam untuk memalingkan para generasi Islam dari syaria’t dan sunnah Rasulullah Atau ilmu seperti itu merupakan penestrasi ajaran agama lain ke Islam, atau akulturasi budaya nenek moyang yang diklaim sebagai bagian ajaran Islam oleh orang-orang Islam sendiri ? 
Sungguh merupakan pertanyaan yang jawabannya memerlukan kajian yang panjang dan melelahkan.

Ilmu Hikmah yang identik dengan kedigdayaan ternyata lebih berkembang dan dominan

Sampai saat ini, ilmu Hikmah yang berkembang di masyarakat adalah ilmu hikmah yang identik dengan ilmu kesaktian dan olah kanuragan. Sehingga terformat dalam benak masyarakat yang tidak suka dengan ilmu sejenis itu rasa dan sikap kebencian terhadap ilmu Hikmah itu sendiri. Dan itu merupakan keberhasilan mereka dalam merusak citra ilmu Hikmah yang sebenarnya.

Padahal ilmu hikmah itu hakikatnya bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Orang bisa dikatakan sebagai ahli hikmah (al-Hakim), karena ucapan dan perbuatannya sesuai dengan dua sumber  yang suci tersebut.
Apabila menyimpang dari keduanya, bukan ahli Hikmah namanya.

Di sisi lain, karena pengertian dari ilmu Hikmah sudah diputar balikkan, akhirnya generasi Islam banyak yang menganggap bahwa ilmu Hikmah yang berkembang di masyarakat dewasa ini adalah bagian dari ilmu Islam. Tidak berbahaya atau berdosa untuk dipelajari, bahkan malah harus atau wajib
Media massa punya peran penting dalam memblow-up praktik praktik ilmu kesaktian tersebut.

Banyaknya iklan yang ada, memudahkan bagi siapa saja untuk belajar ilmu olah kanuragan itu. Apalagi ada propaganda bahwa mempelajari ilmu itu cukup mudah dan murah. Ada yang mengajarkannya dengan mahar (bayar), dan ada juga yang memberikannya secara gratis. Dalam semalam, mereka menjanjikan sesuatu yang luar biasa. Bisa kebal dan sakti, uji coba di tempat. Tidak terbukti, uang kembali. Sakti dalam sesaat. Siapa makhluk yang membantu mereka?

Karena instan,  mudah dan cepat itulah, banyak generasi muda tergiur untuk belajar, entah itu  laki atau perempuan, mereka sangat antusias berburu ilmum Hikmah yang “Wah” itu.  Mereka lebih suka puasa mutih berhari-hari, dari pada puasa Senin-Kamis sebagaimana yang diajarkan Rasulullah. Mereka lebih suka bangun malam, shalat dua rakaat lalu merapal mantra (wirid) sampai pagi, dari pada shalat tahajjud dan witir atau baca al-Qur’an. Mereka suka mendatangi perguruan kesaktian, daripada datang ke majlis ta’lim yang mengajarkan al-Qur’an dan tafsirnya. Mereka lebih suka mengamalkan Rajah, Isim, Wifiq dan Hizib dari pada do’a-do’a yang berasal dari Rasulullah. Mereka lebih percaya diri dengan membawa jimat ke mana-mana dari pada membaca do’a-do’a yang telah dicontohkan Rasulullah.
Ironis memang, tapi itulah yang sekarang pesat berkembang dan dominan.

Padahal dalam haditsnya, Rasulullah menyatakan, “Tidak ada amalan (perbuatan) yang bisa mendekatkan pelakunya ke surga, kecuali aku telah memerintahkannya. Dan tidak ada amalan (perbuatan) yang bisa mendekatkan pelakunya ke neraka, kecuali aku telah melarangnya. Janganlah kalian bermalas-malasan untuk mencari rizki. Karena malaikat Jibril telah memberitahukan kepada diriku, bahwa tidak seorangpun dari kalian mati, kecuali rizki yang ditakdirkan telah diterimanya. Maka takutlah kalian kepada Allah wahai manusia, dan carilah rizki dengan cara yang baik. Apabila kalian merasa rizkinya seret, janganlah mencarinya dengan cara maksiat. Karena karunia Allah tidak bisa diperoleh dengan cara masiat (salah).”  (HR. Hakim, no. 2136).

Dalam riwayat lain, Abu Hurairah berkata bahwasannya ia telah mendengar Rasulullah bersabda, Apa yang aku larang, tinggalkanlah. Dan apa yang aku perintahkan, laksanakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena yang menyebabkan binasanya umat sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan mereka dan menyimpangnya mereka dari sunnah nabi mereka.” (HR. Muslim, no. 4348).


Dengan demikian, masihkah kita memilih sakti dan hebat di dunia dengan menyalahi sunnah Rasulullah, atau kita lebih memilih sunnah Rasulullah yang memberikan jaminan kepada kita akan kebahagiaan dan keamanan dunia dan akhirat. Meskipun di dunia kita tidak sakti dan hebat, sebagaimana yang dialami para shahabat Rasulullah Kita harus menentukan pilihan itu dari sekarang, sebelum terlambat

SEPUTAR ILMU HIKMAH : Part : 1

BERHARAP DIGDAYA DENGAN ILMU HIKMAH
Oleh  :  pak Agus Balung

Pada umumnya di masyarakat, banyak yang sudah mengutak-atik pengertian yang sebenarnya dari Ilmu Hikmah ini secara sembarangan. Pengertian hikmah dalam bahasa Indonesia, sering diartikan bijaksana, atau suatu akhlaq yang sangat terpuji.
Kemudian secara bahasa, ada perkembangan makna secara maknawi dari ini, yaitu ilmu yang dimiliki seseorang, yang ilmu itu tidak bisa dipelajari. Yang merupakan pemberian langsung dari Allah SWT kepada orang yang dikehendakinya.
Hal ini seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 269.. Tetapi pada perkembangannya, pengertian ini sering kali tidak ada batasannya.
Contohnya ada seseorang yang mengaku telah memiliki ilmu tertentu, kemudian diyakininya bahwa itu adalah pemberian dari Allah sebagai ilmu hikmah, padahal dalam proses mendapatkannya ada unsur syirik atau sesuatu yang tidak sama seperti apa yang dicontohkan oleh Nabi.

Kerancuan tentang pemahaman ilmu hikmah sudah terjadi di masyarakat luas, sejak dahulu. mereka sulit membedakan, mana orang-orang yang benar-benar orang yang mendapatkan hikmah dari Allah atau yang gadungan.
Tidak sedikit dari  kita telah tertipu oleh orang-orang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah. Bahkan banyak pula, yang telah terjerembab pada ritual-ritual ngawur, yang berbau syirik, tanpa dasar agama, Astaghfirullah.

Ilmu Hikmah yang beredar di masyarakat,  yang banyak diiklankan di media, diperjual-belikan, bisa ditransfer ke mana saja atau ke siapa saja, bisa dipelajari dalam beberapa saat bahkan beberapa menit, setelah itu akan nampak hasil yang spektakuler dari pelakunya. Badannya jadi kebal senjata, tubuhnya jadi kuat berlipat­-lipat, kesimpulanya bisa jadi sakti, bak super hero masa kini, bisa memasuki alam ghaib dan berkomunikasi dengan jin, mampu melakukan hal-hal di luar kewajaran manusia dan lain sejenisnya. Itu adalah ilmu hikmah yang cara penguasaannya didahului dengan ritual khusus dengan bacaan khusus yang biasanya menyimpang dari apa yang telah dicontohkan  oleh Rasulullah SAW.
Jika memang benar itulah Ilmu Hikmah,  yaitu Ilmu yang bisa membuat seseorang menjadi orang  linuwih, sakti mandraguna,  digdaya,  kebal bacok,  tahan tembak dan lain sebagainya,  maka sebenarnya yang paling tepat  ilmu hikmah yang semacam itu sangat diperlukan  pada masa Rasulullah.  Pada  masa itu, Orang kafir berusaha menghentikan dakwah Rasulullah, sementara itu Rasulullah dan para sahahabatnya bertekad untuk terus menyebarkan ajaran Islam sampai titik darah pengahabisan.

Saat itu,  jumlah umat Islam masih sangat sedikit, berbeda sangat jauh dibanding jumlah mereka yang kafir dan memusuhi Islam.

Dalam Perang Badar, perang yang pertama, jumlah pasukan Islam 313 orang. Sedangkan jumlah pasukan orang kafir 1300 orang, dilengkapi dengan kendaraan perang yang sangat memadai dan senjata-senjata perang yang lebih dari cukup, dipihak pasukan kafir.

Sedangkan dalam Perang Uhud, jumlah pasukan Islam 700 orang yang mulanya berjumlah 1000 orang. Sementara pasukan kafir berjumlah 3000 orang, dengan menggunakan 3000 ekor unta, 200 ekor kuda dan dilengkapi 700 baju besi. Sungguh merupakan kekuatan bilangan yang sangat tidak sebanding. Paling tidak, satu pasukan muslim harus berhadapan dengan 3 orang lebih.

Dalam kondisi seperti itu, apakah Rasulullah mengajarkan kepada para shahabatnya ilmu yang mampu membuat kulit mereka kebal senjata tajam?   Agar mereka sanggup menghadapi kekuatan lawan yang berlipat-lipat dengan persenjataan yang lebih lengkap.

Tidak, sekali lagi tidak. Tidak ada kitab sejarah yang terpercaya dan menceritakan hal-hal seperti itu.   Justru malah sebaliknya, kitab-kitab sejarah itu mengabarkan puluhan shahabat Rasulullah yang syahid di medan perang karena tikaman senjata lawan. Ratusan shahabat yang terluka, terkena sabetan dan goresan serta tusukan senjata lawan. Bahkan Rasulullah sendiri, giginya patah kena panah, tubuhnya juga bersimbah darah.

Apakah Rasulullah tidak tahu bahwa ada ilmu Hikmah yang bisa membuat kulit seseorang kebal senjata tajam.  Apakah kita  berpikiran bahwa Rasulullah sebodoh itu ?                           Rasulullah adalah orang yang paling dikasihi dan dicintai oleh Allah. Begitu juga para shahabatnya, mereka adalah generasi terbaik dan paling dicintai oleh Allah SAW dan rasul-Nya.
Kalau memang ada ilmu yang bisa membuat badan kebal senjata tajam, pasti Allah akan memberikannya kepada hamba-hamba-Nya yang dicintainya. . Agar jumlah umat Islam yang berperang mempertahankan kesucian agama-Nya tidak berkurang atau mati disebabkan senjata lawan.
Bahkan sejarah Islam telah mencatat, paman Rasulullah yang bernama Hamzah bin Abdul Mutthalib yang bergelar `Singa Allah’, mati syahid oleh senjata musuh. Umar bin Khatthab, mertua Rasulullah yang gagah berani, syetan pun takut berpapasan dengannya. Utsman bin `Affan, menantu Rasulullah yang bergelar `Pemilik dua cahaya’. Ali bin Abi Tahlib, menantu Rasulullah yang menjadi khalifah Rasul yang keempat. Semua sosok mulia itu matinya disebabkan tikaman senjata lawan.
Mereka tidak kebal, kulit-kulit mulia mereka bisa dirobek senjata. Masih banyak lagi shahabat Rasulullah lainnya, hamba-hamba Allah yang paling bertakwa, melalui siang dengan puasa, melewati malam dengan tahajjud, yang mati syahid di ujung senjata musuh. Radhillohu `anhum aua radhu `anhu.

Mereka tidak kebal, kulit-kulit mulia mereka bisa dirobek senjata.    Masih banyak lagi shahabat Rasulullah lainnya, hamba-hamba Allah yang paling bertakwa,   melalui siang dengan puasa, melewati malam dengan tahajjud, yang mati syahid di ujung senjata musuh. Radhillohu `anhum aua radhu `anhu.
Subhanallah, semoga Allah menerima segala amal ibadah para syuhada’ yang gugur dalam perang bersama Rasulullah itu.

Semoga yang sedikit ini dapat memberikan wawasan pada kita semua.  Wallahu a’lam bisshowab